Gambar 2. Variabilitas dan peluang kejadian cuaca ekstrem
Peningkatan konsentrasi GRK dan peningkatan suhu global
Sumber : https://medialibrary.climatecentral.org/resources/2020-in-review-global-temperature-rankings
Para pembuat kebijakan, ahli pertanian dan pemulia tanaman perlu memahami perubahan iklim, terutama dampak kenaikan suhu, untuk memastikan ketahanan pangan. karena produksi pertanian rentan terhadap perubahan iklim. Hasil berbagai penelitian dan publikasi menunjukkan bahwa dengan metode independen secara konsisten memprakirakan dampak suhu yang negatif pada hasil tanaman utama pada skala global, umumnya juga dampak serupa pada tingkat skala negara dan lokal. Dari analisis multimetode meningkatkan kepercayaan untuk penilaian dampak iklim masa depan pada tanaman utama secara global, dengan respons penting untuk mengembangkan strategi adaptasi secara khusus pada tanaman dan wilayah tertentu, dengan memastikan pasokan makanan masa depan saat populasi dunia yang terus meningkat.
Dari seluruh fakta di atas memberikan suatu pernyataan pentingnya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di bidang pertanian di masa sekarang. Produktivitas pertanian rentan terhadap perubahan iklim dan iklim mempengaruhi seluruh aspek pertanian. Sektor pertanian harus dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut bila menginginkan produktivitas dan produksinya terjaga. Perubahan iklim dalam berbagai penelitian akan menurunkan produktivitas pertanian pangan utama dan perikanan. Pengambilan keputusan dalam aktivitas pertanian sangat dipengaruhi iklim/cuaca setempat. Iklim seperti halnya curah hujan semakin bervariasi setiap tahunnya hingga pada tingkatan yang ekstrem (banjir dan kekeringan) yang berdampak buruk pada pertanian. Dampak buruk kegagalan panen semakin diperparah karena ketidakmampuan pelaku usaha tani dalam membaca kondisi iklim yang bervariasi. Maka, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan sebagai solusi adalah CSA (Climate-Smart Agriculture).
Pemahaman tentang CSA (Climate-Smart Agriculture)
CSA tak terbatas pada budidaya dalam arti sempit, tetapi menyangkut sistem produksi pertanian yang berpangkal pada kondisi tanah dan lahan, keragaman karena interaksi dengan komoditas (tanaman, ternak, ikan) dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan manusia manusia (sehat, berkelanjutan, kecukupan energi, dan lain-lain). Peningkatan nilai pangan pada setiap tahap proses dari hulu sampai hilir sudah pasti akan membutuhkan energi. Emisi yang akan dilepaskan dari proses hulu sampai hilir perlu ditekan sedemikian rupa sehingga sangat minim dalam kontribusinya pada atmosfer.
CSA sangat berkaitan erat dengan pertanian berkelanjutan. Prinsip pertanian berkelanjutan antara lain :
- Budidaya yang dilakukan dengan cara berkelanjutan, yang dapat memenuhi keperluan pangan komunitas saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang memenuhi pangannya.
- Budidaya yang baik terhadap lingkungan, bertanggung jawab terhadap masyarakat dan menguntungkan para petani.
CSA merupakan transisi sistem produksi pertanian menuju suatu pendekatan yang terintegrasi untuk menghadapi tantangan (yang saling terkait antara) ketahanan pangan (food security) dan perubahan iklim (climate change). CSA mendukung ketahahan pangan dengan menyertakan adaptasi dan potensi mitigasi. Secara eksplisit CSA bertujuan 1) Meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan (sustainable) serta mendukung peningkatan pendapatan petani dari lahan pertanian, ketahanan pangan dan pembangunan; 2) Melakukan adaptasi dan membangun ketahanan sistem pertanian dan ketahanan pangan terhadap dampak perubahan iklim/variabilitas iklim; dan 3) Mengurangi emisi dan meningkatkan absorpsi gas rumah kaca dari pertanian. Ketiga tujuan tersebut hendaknya dilaksanakan pada berbagai tingkatan : dari petani, daerah, negara hingga tingkat global. Jadi, CSA memiliki 3 pilar yaitu produktivitas, resiliensi (ketahanan) dan mitigasi. Uraiannya sebagai berikut :
- Produktivitas, CSA meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan dapat meningkatkan pendapatan petani tanpa terpengaruh dampak lingkungan, perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pangan.
- Resiliensi, CSA dapat mengurangi tingkat keterpaparan petani terhadap perubahan iklim dalam jangka pendek dan memperkuat ketahanan/kemampuan beradaptasi
- Mitigasi, CSA hendaknya dapat mengurangi emisi GRK, menghindari deforestrasi dari sektor pertanian, mengelola tanah dan tanaman dengan memaksimalkan potensi penyimpanan karbon dan CO2 dari atmosfer.
Pembangunan pertanian haruslah meliputi : 1) Mencapai tujuan ketahanan pangan dan 2) menghindari dampak yang "irreversible" dan berbahaya dari perubahan iklim. Perubahan Iklim memberikan dampak yang besar terhadap seluruh dimensi ketahanan pangan. Ketahanan pangan dengan bagaimana memberikan pangan kepada penduduk yang terus bertambah, bagaimana meningkatkan produksi pangan sementara lahan terbatas dan dampak perubahan iklim yang terus bertambah.
Dampak perubahan iklim semakin besar, maka adaptasi pun harus dilakukan. Dampak yang berbahaya dari perubahan iklim, diantaranya target menahan peningkatan suhu di bawah 1,5 °C membutuhkan penurunan emisi yang sangat besar sehingga diperlukan mitigasi. Pertanian dan kehutanan karena memberikan kontribusi cukup besar bagi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), maka haruslah menjadi bagian solusi pada perubahan iklim. Menurut Hillel dan Rosenzweig (2013), produksi pangan dapat ditingkatkan dengan melakukan ekstensifikasi lahan yang ditanam atau dengan intensifikasi produksi. Managemen kedua proses tersebut harus dilakukan dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan merespons perubahan iklim yang sekarang ini terus berlangsung.
Sektor pertanian sangat peka terhadap unsur iklim. dan juga dianggap bertanggung jawab langsung terhadap 14% emisi gas rumah kaca global, karena sektor ini merupakan pendorong utama terhadap penebangan hutan dan degradasi lahan (FAO, 2014). Sedangkan di tingkat nasional sumbangan emisi sebesar 12% (51,20 juta ton CO2e) dari total emisi sebesar 436,90 juta ton CO2e, bila emisi dari degradasi hutan, kebakaran gambut, dan dari drainase lahan gambut tidak diperhitungkan (Surmaini et al., 2010). Tantangannya adalah bagaimana pendekatan CSA dapat dijalankan pada sektor pertanian di Indonesia untuk menghadapi dampak perubahan dan variabilitas iklim. CSA menghadapi tantangan membangun sinergi antara tujuan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tentunya juga dengan peningkatan produktivitas dan income petani.
Aktivitas utama pertanian diupayakan dalam mengelola resiko iklim, meningkatkan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Bagaimana menghubungkan pengetahuan dan aksi dalam berbagai kegiatan pertanian cerdas iklim (CSA). Berbagai aktivitas diterapkan secara spesifik baik melalui satu atau kombinasi beberapa aspek antara lain : 1) Climate smart : misalnya kegiatan peningkatan akurasi prakiraan iklim (bulanan atau musiman), asuransi berbasis iklim, penggunaan informasi dan teknologi informasi dalam pengambilan keputusan pertanian (penentuan awal dan jadwal tanam, pengaturan irigasi dan penanganan organisme hama penyakit tanaman), 2) Water smart : misalnya pengelolaan air di tingkat lahan atau komunitas, pemanenan air hujan, 3) Carbon smart : misalnya konservasi tanah (tanpa olah tanah), pengaturan sistem penggunaan lahan, 4) Soil smart : misalnya pengelolaan dan efesiensi pemupukan, pemanfaatan legume untuk meningkatkan nitrogen dalam tanah dan 5) Energy smart : misalnya mesin pertanian hemat energi, biofuel, pemanfaatan sampah pertanian dan sebagainya.
Gambar 7. Beberapa aspek dalam CSAGambar 8. CSA untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan tujuan pembangunan
Bagaimana melokalkan aksi-aksi CSA?
Dikarenakan adanya ketidakpastian (uncertainty) pada keluaran model iklim, pengembangan dan penerapan pendekatan berorientasi masalah perencanaan adaptasi perlu potensi dalam mengidentifikasi tindakan yang jelas dalam menghadapi ketidakpastian. Basis bukti diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan yang efektif, menghadapi adanya skala spasial dan temporal yang tidak sesuai pada perencanaan lokal. Teknis bagaimana menyampaikan skala yang lebih sesuai untuk mendukung keputusan, informasi yang lebih terbatas yang mudah dipahami pada perubahan variabilitas iklim pada skala tersebut dan dampaknya bagi pertanian lebih penting disampaikan pada masyarakat lokal (petani) daripada menyampaikan tren jangka panjang variabilitas iklim kepada mereka (Lipper et al., 2014).
SLI Operasional
Salah satu langkah nyata dalam menjalankan CSA melalui kegiatan SLI (Sekolah Lapang Iklim). SLI adalah pendekatan yang memberdayakan petani dan penyuluh. Proses transfer ilmu tentang iklim kepada petani yang dilakukan secara bertahap. Menurut Boer et al., 2003 tujuan kegiatan SLI adalah : 1) Meningkatkan kemampuan petani tentang iklim dan kemampuan mengantisipasi kejadian iklim ekstrem pada aktivitas pertanian mereka. 2) Membantu petani dalam mengamati unsur iklim dan memanfaatkannya bagi keperluan pertanian. 3) Membantu petani untuk menterjemahkan informasi iklim (prakiraan) dalam mendukung kegiatan usaha tani, khususnya pada keputusan menanam dan strategi memanen. Kegiatan SLI meliputi dua bagian fase sosialisasi dan institusionalisasi. Sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang iklim dan pemanfaatannya dan institusionalisasi untuk kelembagaan. Tujuan final dari SLI adalah membentuk kelompok tani yang mempunyai motivasi mengembangkan kegiatan agribisnisnya sendiri, dengan informasi iklim dipergunakan sebagai masukan untuk membuat rencana, strategi dan keputusan.
Sekolah Lapang Iklim (SLI) Operasional adalah upaya untuk meningkatkan pemahaman informasi iklim khususnya kepada para petugas Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan petani di tengah kondisi darurat COVID-19 dan di masa “New Normal” dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Diharapkan petani tetap mendapatkan pembelajaran dalam memahami informasi cuaca dan iklim serta dapat menerapkan secara berkelanjutan pengetahuannya dalam meningkatkan hasil produksi pertanian serta dalam mengantisipasi variabilitas iklim dan dampak iklim ekstrem di wilayah masing-masing.SLI Operasional dijalankan secara tematik, menyesuaikan dengan kearifan lokal daerah setempat. SLI tematik tersebut diharapkan meningkatkan pemahaman petani dalam "membaca" informasi cuaca atau literasi iklim. Sebab diketahui, petani umumnya telah memiliki kearifan lokal turun menurun mengenai cuaca. Perpaduan keduanya diharapkan dapat meminimalisir dampak buruk yang diakibatkan oleh cuaca dan iklim di kegiatan pertanian.
Sejak tahun 2020, BMKG telah mengusung konsep kegiatan SLI Operasional dengan target kegiatan fokus kelompok tani binaan dan menggandeng Dinas Pertanian, lembaga penelitian Pertanian serta pihak terkait. SLI Operasional bertujuan memberikan informasi secara lebih mendalam dan langsung kepada kelompok petani dan penyuluh pertanian, diharapkan mampu merubah persepsi, perilaku serta pengalaman dalam pemanfaatan informasi iklim. Tim BMKG melakukan pendampingan secara intensif dalam mendapatkan informasi pengaruh, dampak SLI pada wilayah setempat. SLI Operasional ditargetkan pada satu lokasi Desa/ Kecamatan dengan kegiatan berkelanjutan. Kegiatannya dilaksanakan pada suatu demplot Kelompok Tani dengan menggunakan peralatan observasi iklim sederhana (misalnya : penakar hujan observatorium dan lain-lain). Kegiatan dilakukan dengan berkolaborasi bekerja sama dan berbagi sumber daya yang ada. Pada tahun 2020 SLI Operasional BMKG telah dilaksanakan di 39 lokasi di Indonesia. Di Kalimantan Selatan kegiatan ini telah dilangsungkan di 2 Kabupaten/Kota yaitu : 1) Kab. Hulu Sungai Selatan yang merupakan sentra tanaman pangan lahan rawa lebak dan 2) Kota Banjarbaru yang merupakan sentra tanaman hortikultura
Sumber :
Web
https://ayosemarang.com/read/2020/09/17/63815/bmkg-gelar-sli-berikan-pemahaman-informasi-iklim-bagi-petani diakses 10 Januari 2021.
https://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=1006:indonesia-susun-profil-pertanian-cerdas-iklim&catid=129&Itemid=305 diakses 10 Oktober 2021
https://www.bmkg.go.id/press-release/?p=bmkg-tegaskan-komitmen-dukung-kedaulatan-pangan&tag=press-release&lang=ID diakses 25 Oktober 2021
5 komentar:
cuaca di sumatera utara sangat hujan akhir-akhir ini
terima kasih ilmunya
Pak ...... apakah bisa kolaborasi di "Sistem pertanian baru dg tehnologi" ? akibat perubahan iklim bisa email k saya....
Mhn izin bapak/ibu bisakah menyebutkan email bapak/ibu insyaallah kalau memungkinkan saya siap bantu. Terima kasih
srih014 ......brin....go....id....
Posting Komentar